PENGGUNAAN OKSIGEN DI DAERAH TERDAMPAK KABUT ASAP

1,370

PENGGUNAAN OKSIGEN DI DAERAH TERDAMPAK KABUT ASAP

Bencana kabut asap akibat kebakara hutan dan lahan pada bulan bulan terakhir tahun 2015 ini semakin bertambah parah bahkan kejadiannya sudah semakin meluas hingga ke Sulawesi dan Papua walaupun dampaknya belum separah di Sumatera dan Kalimantan. Dampak dari kabut asap ini dapat menyebabkan peradangan dan juga bisa diikuti dengan infeksi seperti yang terjadi Kalimantan Tengah, Riau, dan Sumatera Selatan.

Perlu untuk kita ketahui bersama bahwa oksigen dapat digunakan sebagai terapi bagi pasien yang kadar oksigen di dalam tubuhnya kurang dari 90 persen dan dapat juga digunakan pada kondisi kadar oksigen di udara kurang atau di bawah 20,93 persen. Namun pemakaian oksigen yang tidak terkontrol dan berlebihan dapat menyebabkan keracunan oksigen, baik itu disebabkan karena menghirup oksigen dengan kadar yang sangat tinggi dalam waktu singkat maupun dengan kadar yang rendah dalam waktu yang lama.

Keracunan oksigen dapat menyebabkan kerusakan sistem syaraf, paru paru, dan mata. Apabila merusak sistem syaraf pusat maka akan mengakibatkan baal di sekitar mulut, vertigo, mual, muntah, kejang, dan gangguan daya ingat. Bila merusak sistem syaraf mata dapat mengganggu lapang pandang, pandangan menjadi kabur, timbulnya katarak, dan fibrosis. Sementara bila keracunan terjadi pada saluran pernafasan berakibat iritasi, batuk, nyeri dada, sesak nafas, trakeobronkitis, ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome).. Manifestasi klinis keracunan oksigen tergantung dengan konsentrasi oksigen yang digunakan dan lamanya penggunaan. Pada bayi pemberian oksigen harus hati hati dan diawasi ketat, karena jika terjadi hiperoksigen dapat menyebabkan kebutaan.

Adapun rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tentang suplementasi oksigen yaitu pemberian suplementasi oksigen (dengan kanula nassal, masker, oksigen dalam kemasan) baik di dalam maupun di luar lingkungan rumah sakit, harus sesuai dengan indikasi medis oleh dokter, misalnya terdapat pnemonia atau serangan asma berat. Sedangkan untuk suplementasi oksigen temporer, tidak memberikan manfaat yang optimal selama kualitas udara lingkungan masih buruk.

Dari berbagai informasi tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian dan pemakaian oksigen sebaiknya berdasarkan indikasi medis, dan dengan pemantauan tenaga kesehatan. Bila terkjadi gejala gangguan pernafasan agar segera ke fasilitas kesehatan terdekat untuk memeriksakan diri apakah perlu diterapi oksigen atau tidak.

Bila erada di daerah terdampak kabut asap sebaiknya mengurangi aktifitas di luar rumah seperti bersepeda dan aktifitas fisik lainnya dan jikapun harus keluar rumah harus menggunakan masker, minum air putih yang banyak, cukup istirahat, membilas hidung dengan air bersih, dan bila sakit segeralah berobat ke fasilitas kesehatan yang terdekat.

Adapun kelompok populasi berisiko tinggi dari dampak asap ini adalah bayi, balita, ibu hamil, orang lanjut usia, orang dengan penyakit penyerta (komorbid) yang perlu mendapatkan perhatian khusus untuk mencegah dan mendeteksi dini munculnya penyakit. Begitupula di daerah yang tingkat ISPU nyadiatas 400 perlu mempertimbangkan penempatan kelompok resiko tinggi tersebut ke tempat atau ke lokasi bangunan yang mempunyai atau disiapkan udara yang lebih bersih dan sehat.

 

Foto : Republika Online