Dampak yang paling nyata dari karhutla adalah asap. Bukan apinya yang menyebabkan masalah kesehatan, tapi hasil kebakarannya yg menimbulkan efek, terutama kesehatan. Sehingga tentu saja untuk menghilangkan efeknya, sumber utamanya harus ditangani. Bagaimana jika apinya sulit dipadamkan hingga memberi dampak yang berlarut? Maka kita akan disibukkan oleh dampak dari hasil karhutla seperti yang kita lihat sekarang.
Berdasarkan hasil assessment, banyak partikel beracun yang terkandung dalam asap. Kita tidak akan membahas hal itu disini. Namun yang membuatnya lebih parah adalah luas dan lamanya kejadian asap tersebut. Dan yang membuat semuanya menjadi bencana adalah ketika kondisi asap yang sangat buruk bertemu dengan kerentanan atau masyarakat yang terdampak.
Ada 3 hal yang perlu diperhatikan untuk kondisi seperti ini:
1. Tingkat pencemaran udara yang biasa kita kenal dengan ISPU;
2. Tingkat paparan dari pencemaran udara;
3. Dampak dari paparan.
1. Tingkat pencemaran udara.
Semakin tinggi nilai ISPU semakin pekat polutannya. Hal ini sudah kita ketahui dan maklumi.
2. Tingkat paparan pencemaran udara.
Tentu saja terhadap manusia (prioritas). Ada dua hal yang perlu dipertimbangkan:
a. Semakin tinggi ISPU semakin berbahaya bagi kesehatan
b. semakin lama waktu paparan semakin berbahaya bagi kesehatan.
3. Dampak dari paparan.
Ada tiga kelompok yang menjadi perhatian:
a. Dewasa sehat
b. Kelompok rentan
c. Kelompok dengan penyakit saluran pernapasan kronis.
Penanganan tingkat pencemaran udara saat ini masih terus dilakukan oleh sektor terkait. Mungkin sudah maksimal, namun apa daya api tetap membara. Apa perlu meminta bantuan negara tetangga seperti yang pernah terjadi di beberapa tahun silam? Tidak akan kita bahas disini. Kita akan fokus pada nomor 2 dan 3.
Hal yang perlu diperhatikan pada nomor 2 adalah pekatnya polutan dan waktu paparan. Solusi yang terbaik tentu saja menghindari kontak dengan asap dan atau mengurangi waktu paparan dengan asap. Caranya dengan mengurangi aktifitas diluar ruangan, bahkan tidak sama sekali jika polutannya sangat pekat.
Masker, apapun jenisnya, bukan jalan terbaik menangani dampak asap. Menggunakan masker saat menerobos asap yang pekat sama dengan menggunakan sepatu bot saat banjir yang ketinggian airnya lebih dari setengah meter.
Jalan yang terbaik adalah mengurangi aktifitas diluar rumah. Dengan begitu paparan kita dengan polutan tidak terjadi atau waktu paparannya dapat direduksi. Promosi kesehatan adalah jalan terbaik untuk kondisi saat ini. Menganjurkan orang agar tidak beraktifitas diluar ruangan pada tingkat pencemaran yang sangat berbahya. Jika terpaksa harus berada diluar ruangan, gunakan masker dan mengurangi waktu bekerja diluar ruangan.
Promosi kesehatan mestinya lebih digencarkan daripada pembagian masker. Banyak media yang bisa digunakan, lewat leaflet, poster, medsos, radio, televisi dan lain-lain.
Promosi ini tidak hanya kepada masyarakat tapi juga disampaikan ke semua sektor. Terkait atau tidak.
Misalnya, sektor kesehatan memberikan rekomendasi untuk mengurangi atau meniadakan aktifitas diluar ruangan berdasarkan nilai ISPU. Berdasarkan informasi ini, dinas pendidikan kemudian dapat mengeluarkan aturan meliburkan anak sekolah dan memberikan penugasan kepada siswa utk belajar dirumah. Bahkan televisi lokal dapat menayangkan program edukasi selama siswa berada di rumah. Dinas pendidikan pun sudah memiliki protap sesuai kondisi darurat asap. Begitu juga dengan pegawai. Bagi yang terpaksa berada diluar ruangan seperti polisi atau damkar yang memadamkan api, selain dilengkapi masker, waktu bekerjanya dikurangi dengan menggunakan metode shift, misalnya setiap 2 jam petugasnya diganti.
Hal berikutnya yang perlu diperhatikan adalah dampak pencemaran terhadap dewasa sehat, kelompok rentan dan orang dengan penyakit pernapasan kronis. Tingkat kepekatan polutan mempengaruhi tindakan promotif pada ketiga kelompok ini. Pada kondisi udara yang sangat tidak sehat, bagi kelompok dewasa sehat, anjurannya adalah mengurangi aktifitas diluar ruangan. Bagi kelompok rentan anjurannya adalah menghindari aktifitas diluar ruangan. Namun bagi yang berpenyakit kronis, dengan kondisi udara yang sama, anjurannya adalah tidak beraktifitas sama sekali diluar ruangan. Membolehkan kelompok ini berada diluar ruangan dengan menggunakan masker tentu tidak tepat.
Ada satu pembelajaran menarik dalam bencana karhutla ini bagi penanganan bencana keseluruhan. Mungkin seperti ini. Bahaya yang mengancam kesehatan masyarakat (seperti asap, banjir dan erupsi ringan gunung api), terapi yang paling tepat adalah promotif dan preventif. Bahaya yang telah menimbulkan jatuhnya korban, terapi utamanya adalah kuratif dan rehabilitatif (saya katakan utamanya bukan berarti promotif dan preventif pada kondisi ini tidak penting).
Sekedar berbagi, semoga bermanfaat.
Mohammad Imran
Sub Bidang Tanggap Darurat
Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan
Kementerian Kesehatan
"... berilmu sebelum bertutur dan bertindak..." (Salaf)